Minggu, 27 Juli 2008

Merenungkan Kembali Hikmah Isra Mikraj

Isra mikraj bukan hanya sebentuk cerita yang selesai begitu saja tanpa makna tersisa dengan kembalinya Nabi Muhamad Saw ke bumi. Kisah ini masih banyak menyimpan nilai-nilai yang perlu digali, direnungkan, diteladani kemudian diaktualisasikan dalam ranah nyata sebagai gerakan sadar sejarah dan kebangkitan peradaban umat Islam, khususnya terkait dengan nasib masjid al-Aqsha (tempat berakhirnya Isra) dan penderitaan saudara kita di Palestina yang hari demi semakin menderita akibat kekejaman penjajahan bangsa Israel.

Di sisi lain, seyogyanya Isra Mikraj tidak hanya dimaknai bahwa Nabi Kita pernah melakukan perjalanan yang sanggup mengguncang iman seseorang, lalu diperlihatkan tentang betapa agung dan luar biasanya kekuasaan Allah Swt. Lebih dari itu, kalau kita jeli membaca dan merenungkan rentetan momen-momen yang terjadi di tengah-tengah antara Isra dan Mikraj, maka kejadian ini sebetulnya mengandung hikmah dan isyarat Tuhan tentang posisi dan potensi sesungguhnya Nabi Muhamad dan umatnya: betapa Nabi Muhamad dipersiapkan Allah Swt sebagai pemimpin seluruh umat dan pewaris terakhir kenabian dan umatnya di jadikan sebagai umat terbaik.

Perjalanan Isra: dari masjid al-Haram (di Mekah) ke masjid al-Aqsha (di Palestina), kemudian saat di masjid al-Aqsa Nabi didaulat menjadi imam shalat jama'ah yang makmumnya terdiri dari para Nabi terdahulu, semua ini menunjukan ada proses peralihan estafet kepemimpinan sekaligus pengakuan sadar bahwa Nabi Muhammad merupakan pemegang tongkat kepemimpinan dari generasi terdahulu dan generasi yang akan datang. Shalat jama'ah ini juga menunjukan bahwa misi dakwah para nabi itu satu yaitu: sama-sama mengajak beriman kepada Allah Swt yang Maha Esa. Kejadian ini juga sebagai tanda bahwa Islam adalah agama samawi penutup. Karena Islam ditahbiskan sebagai agama terakhir, maka sebagai konsekuensi logisnya nilai-nilai Islam dijamin akan selalu relevan dan kompatibel dengan kemajuan zaman.

Awal Mula Isra

Perjalanan spiritual ini terjadi pada saat Nabi dan umat Islam sedang mengalami tekanan psikologis dan fisik yang luar biasa sakit. Selama tiga tahun (mulai 7 Muharam tahun ke-7 - semenjak diangkat jadi Nabi- sampai tahun ke-10) Nabi dan pengikutnya diembargo oleh kaum musyrik Mekah, baik secara ekonomi, maupun sosial-politik. Masa gembira karena berakhirnya embargo tak berlangsung lama, karena enam bulan kemudian, tepatnya bulan Rajab, pamannya, Abu Thalib, pembela setia dan selalu menjaga bahkan memperkuat daya tawar politik Nabi di hadapan kaum musyrikin, wafat. Lima puluh hari kemudian, tepatnya bulan Ramadhan, istri tercintanya Sayidah Khadijah yang selalu setia mensuport, melayani dan mendengar keluh kesah Nabi dengan penuh kasih sayang juga wafat. Lengkaplah sudah kesedihan Nabi. Dua pelindung utamanya telah tiada hampir dalam waktu yang bersamaan. Maka umat Islam menamakan tahun ini sebagai tahun penuh duka (amul huzni).

Tapi kekuatan iman dan keyakinannya akan pertolongan Allah Swt. tidak membuat musibah di atas menggoyahkan perjuangan dakwahnya. Beliau tetap survive! Masih pada tahun kesepuluh dari pengangkatannya sebagai Nabi, tepatnya bulan Syawal, Nabi bersama Zaid bin Haritsah membuat keputusan berani pergi ke Thaif untuk mencari lahan dakwah baru. Tapi tak ada satupun yang mau masuk Islam! Bahkan secara terencana, Nabi dilempari batu dan terluka parah, kedua kakinya berlumuran darah, begitu juga Zaid bin Haritsah, kepalanya berdarah akibat lemparan batu. Tapi yang lebih menyakitkan Nabi adalah sumpah serapah dan caci-maki yang kebablasan dari penduduk Thaif. Nabi akhirnya bersimpuh, mengadu pada Allah Swt, bahwa dirinya begitu lemah tak berdaya:

(Ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu)

Untuk menghibur, meyakinkan kebenaran visi Nabi dakwah selama ini dan mengingatkan kembali bahwa beliau tidak sendiri dalam berjuang: ada Allah Swt dibelakang Nabi, di perjalankanlah beliau sampai menuju Sidratul Muntaha. Di dalam perjalanan itu Nabi disambut hangat oleh penduduk langit ditunjukan kebesarannya, bahwa kalau di bumi beliau dicaci-maki, maka sebaliknya penduduk langit gegap-gempita menyambutnya. Diperlihatkan pada Nabi betapa segenap jagad raya ini tak ada apa-apanya dihadapan Allah Rabul 'alamin.

Menurut saya, demi memperkuat keyakinan keimanan sampai pada tahap tertinggi, kejadian Isra Mikraj adalah keniscayaan bagi seseorang yang dipersiapkan akan dijadikan pemimpin seluruh alam. Dengan kejadian ini Nabi tidak hanya iman kepada Allah secara teori tapi juga disertai data empiris. Maka penghayatan dan pengakuan keimanan Nabi pada al-Khaliq adalah yang tertinggi diantara makhluk Allah Swt.

Sementara bagi muslimin hikmahnya adalah bahwa kejadian ini sebagai ujian atas keteguhan iman mereka: percayakan mereka dengan kejadian Isra dan Mikraj? Mungkinkah Mekah-Palestina (-+1500 k.m) plus ke Sidratul Muntaha ditempuh dalam sepenggal malam? Padahal masa itu Mekah-Palestina kalau ditempuh dengan menggunakan onta tidak kurang dari satu bulan lamanya. Menanggapi kejadian ini, menurut Ibnu Katsir, sikap orang Islam terbelah dua, ada yang kembali murtad, dan ada yang malah semakin tebal imannya.

Pro Kontra Seputar Isra Mikraj

Detail kejadian seputar Isra Mikraj, baik menyangkut tanggal, bulan dan apakah diperjalankannya Nabi dengan jasadnya atau hanya ruhnya saja dan kejadian lainnya memang masih menyisakan pro-kontra. Tapi dalam konteks keimanan, asal kita masih percaya bahwa pernah ada prosesi Isra, maka perdebatan ini tidak menggangu keimanan kita. Artinya yang paling penting adalah memetik substansi dan makna yang bisa kita terapkan dalam hidup kita. Beberapa isu yang akan diangkat di sini hanya sebagai pengayaan wacana dan pengetahuan saja.

Betulkah Isra terjadi pada bulan Rajab tanggal 27?

Menurut Ibn Ishaq, Isra terjadi tahun ke-10 (dari sejak diangkat jadi Nabi). Menurut az-Zuhri dan 'Urwah kejadianya setahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Menurut Ismail as-Sudi terjadinya enam bulan sebelum hijrah. Sedang menurut al-Hafidz Abd. Ghani bin Surur al-Muqadasi Isra Mikraj terjadi pada tanggal 27 bulan rajab. Dan pendapat terakhir ini yang diambil oleh umat Islam sekarang dan dirayakan.

Apakah Isra dan Mikraj Nabi dilakukan dengan ruh saja atau sekaligus dengan jasad?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Isra Mikraj dilakukan dengan tubuh dan ruh Nabi. Justru disinilah letak mukjizatnya. Selain itu kalimat bi'abdihi yang terdapat dalam surat al-Isra semakin mengukuhkan bahwa kejadian itu dilakukan dengan ruh dan jasa Nabi. Karena dalam al-Qur'an dan leksikal Arab kata abdun, selalu menunjuk pada ruh dan jasad secara bersamaan.

Kenapa harus ke Baitul Maqdis dulu, tidak langsung saja dari Haram ke Sidratul Muntaha?

Ini menujukan bahwa Baitul Maqdis sangat penting posisinya dalam agama Islam. Ia adalah kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat menghadap Baitul Maqdis. Ia adalah salah satu dari 3 masjid yang wajib dikunjungi ketika kita bernazar untuk menziarahinya. Pahala beribadah di sana sama dengan 500x lipat beribadah ditempat lain (selain masjid al-Haram dan masjid Madinah). Masjid al-Aqsha juga adalah tempat para nabi dikuburkan, sehingga Imam Syafi'i, suatu ketika pernah berkata, "saya sangat suka beri'tikaf di masjid ini, lebih dari masjid manapun," kemudian ketika ditanyakan alasannya, beliau menjawab, "disinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi."

Bagaimana hukum orang yang tidak mempercayai Isra Mikraj?

Ulama dalam hal ini membedakan antara hukum tidak mempercayai Isra dan hukum tidak mempercayai Mikraj. Bagi orang yang tidak mempercayai Isra, hukumnya kafir karena kejadian itu sudah di nash dalam al-Qur'an dengan sangat gamblang dan tak menerima lagi kemungkinan takwil (qat'iyu ats-tsubut wa ad-dilalah). Sementara orang yang tidak mempercayai Mikraj hukumnya fasik. Kenapa? Karena kejadian mikraj hanya berdasarkan pada al-Qur'an (an-Najm:13-18) yang tidak tegas dilalahnya (qat'iyu ats-tsubut wa zdhani ad-dilalah) dan berdasarkan hadis-hadis sahih tapi tidak sampai pada derajat mutawatir.

Hikmah Isra Mikraj Dalam Konteks Kekinian

Pertama, setiap kita memperingati Isra Mikraj hendaknya jangan hanya diposisikan sebagai telah terjadinya sebuah kisah luar biasa belaka, tetapi mesti diletakan dalam konteks perenungan untuk diambil hikmah dan semangatnya, kemudian dijadikan sebagai pemicu kebangkitan peradaban umat Islam.

Kedua, Peringatan Kejadian ini hendaknya memicu semangat persatuan, konsolidasi dan solidaritas umat Islam diseluruh dunia, khususnya untuk membantu rakyat Palestina terlepas dari penderitaan yang sekarang ini memasuki babak baru yang sangat menyedihkan dan memalukan, yaitu perang saudara antara Hamas dan Fatah. Tidak ada yang menguntungkan dari pertikaian ini kecuali membuat rakyat Palestina makin menderita. Pada saat yang sama dibelahan dunia Islam lain perang saudara di Irak, Afganistan, Sudan dan lainnya juga masih panas berkecamuk. Masih belum cukupkah bagi kita untuk segera bangun dan bangkit mengejar ketertinggalan hampir disemua bidang ini?

Ketiga, Hal penting lain dari Isra Mikraj adalah diwajibkannya menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Tidak seperti puasa, haji, zakat dan ibadah lainnya yang kesemuanya diwajibkan dibumi melalui wahyu via Malaikat Jibril, shalat diwajibkan langsung oleh Allah Swt saat Nabi masih di langit. Ini menunjukan betapa posisi shalat punya nilai khusus dimata Allah Swt. Shalat adalah media mikraj muslim pada Allh Swt. Maka tak heran shalat yang baik, yang berkualitas, yang dibarengi kebersihan jiwa akan sanggup menciptakan kondisi sosial yang kondusif, karena bisa mencegah berbagai bentuk kemunkaran. Jadi Islam saja, shalat saja tidak cukup untuk mencegah kemunkaran, korupsi, nepotisme, kekerasan, tapi harus dibarengi perenungan, kebersihan jiwa, aktualisasi dan keikhlasan. Intinya, tekad setiap individu muslim untuk berusaha menciptakan shalat berkualitas sangatlah penting dalam sistem tarbiyah kejiwaan kita. Karena efek jangka panjangnya dapat mengontrol perilaku sosial umat Islam. Jadikanlah shalat sebagai cerminan perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu 'alam bi as-Ashawab

Tulisan ini dan tulisan lainnya bisa diakses di kolom Telaah: cybermq.com

Sabtu, 26 Juli 2008

KEISTIMEWAAN BULAN SYA'BAN

Di antara hal penting yang terjadi pada bulan Rajab adalah peristiwa isra’ mi’raj Nabi Muhammad Saw. namun sebenarnya keistimewaan bulan Rajab adalah karena ia adalah bagian dari bulan-bulan muharam. artinya selain bulan Rajab ada tiga bulan lain yang mempunyai keistimewaan yang sama. yaitu Dzul Qa’dah, Dzul hijjah, Muharram.

Menetapkan keutamaan suatu waktu atau tempat, mesti harus ada dalil yang menjelaskannya. Karena yang memiliki hak untuk menetapkan bahwa suatu tempat atau waktu mempunyai keistimewaan atau keberkahan, hanyalah Allah Swt. hal itu bisa diketahui melalui penjelasan Rasulullah Saw dalam sunah-sunahnya. Seperti keutamaan tempat misalnya multazam, raudah, masjidil haram, masjid nabawi. Keistimewaan waktu misalnya hari jum’at, bulan ramadhan, bulan-bulan haram, dll.

Berbicara mengenai keistimewaan bulan Rajab, berarti tidak terlepas dari pembicaraan tentang keistimewaan bulan muaharram secara umum. Mengingat bahwa bulan rajab adalah bagian dari bulan muharam, sebagaimana sabda Rasulullah Saw ketika haji:
عن أبي بكرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في حجته فقال ألا إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا: منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات ذوالقعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى والشعبان (رواه البخاري).
Dari Abu Bakrah Ra, bahwa Nabi Saw bersabda ketika haji, beliau bersabda: ketahuilah bahwa zaman telah berputar sebagaimana mestinya, hari diciptakannya langit dan bumi, satu tahun terdiri dari dua belas bulan, diantaranya ada empat bulan suci; tiga bulan berurutan yaitu dzul qa’dah, dzul hijjah, muharram, dan satu bulan lagi adalah rajab, ia ada diantara bulan jumadi dan sya’ban (HR. Bukhori).

Bulan muharam merupakan bulan yang dikhususkan oleh Allah Swt, bulan yang diagungkan, dan disucikan. Dimana pahala amal baik pada bulan tersebut dilipatgandakan oleh Allah Swt, dan dosa kemaksiatan pada bulan itu juga lebih besar dari bulan-bulan yang lain. Hal itu yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas ketika mengomentari firman Allah swt:
إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب بالله يوم خلق السموات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم (التوبة: 36)
Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumio, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, makan jangalah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu. (QS. At-Taubah: 36).

Qatadah dalam mengomentari ayat (فلا تظلموا فيهن أنفسكم) berkata: bahwa kezaliman pada bulan-bulan muharam, nilai kesalahannya dan dosanya lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, meskipun pada hakikatnya kezaliman adalah bentuk kesalahan yang besar kapanpun itu dilakukan, tapi Allah Swt menjadikan suatu urusan itu besar sesuai dengan kehendaknya.

Imam Baihaqi dalam kitabnya syauabul iman, meriwayatkan dari Ka’ab, berkata: Allah memilih dari negeri-negeri yang ada, negeri yang paling dicintai Allah adalah negeri tanah haram. Dan Allah memilih waktu, waktu yang paling Allah cintai adalah bulan-bulan muharam, dari bulan-bulan muharam itu, yang paling dicintai Allah adalah bulan dzul hijjah, dari bulan dzulhijjah itu, yang paling dicintai Allah adalah sepuluh hari pertama. Dan Allah memilih hari-hari, hari yang paling dicintai Allah adalah hari jumat. Malam yang paling dicintai Allah adalah malam lailatul qadar, dan Allah memilih waktu-waktu antara malam dan siang, waktu yang paling dicintai Allah adalah waktu-waktu shalat wajib, dan Allah memilih ucapan-ucapan, dan ucapan yang paling dicintai Allah adalah Laailaha illallah, Allahu akbar, subhanallah, dan alhamdulillah.

Artinya secara umum bahwa bulan-bulan muharam yang empat tersebut adalah bulan yang disucikan dan diagungkan disisi Allah, dimana amal baik pada waktu itu dilipatgandakan pahalanya dan kejahatan pada bulan-bulan itu juga digandakan dosannya. Oleh karenanya, secara umum bisa dipahami bahwa ibadah-ibadah pada bulan-bulan tersebut mempunyai nilai yang lebih dari bulan-bulan yang lain.

Ibadah puasa pada bulan Rajab
Bulan Rajab adalah sebagaimana bulan-bulan muharam yang lain, yang mempunyai nilai suci disisi Allah Swt. sehingga memperbanyak ibadah pada bulan tersebut adalah sangat baik, mengingat ia masuk dalam bagian dari empat bulan yang disucikan yang mempunyai keutamaan tersendiri.

da riwayat yang menceritakan tentang bagaimana puasanya Rasulullah Saw pada bulan Rajab. dari Utsman bin Hakim berkata: aku bertanya kepada sa’id bin Jubair tentang puasa pada bulan Rajab, maka ia menjawab: aku diberitahu oleh Ibnu Abbas Ra, bahwa Rasulullah Saw berpuasa sampai kami beranggapan beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka sampai kami beranggapan seakan-akan beliau tidak berpuasa (HR. Muslim).

Maksudnya adalah bahwa Rasulullah Saw juga puasa dan juga berbuka pada bulan itu. Selain dari hadits diatas, memang banyak riwayat-riwayat hadist yang menjelaskan tentang keutamaan ibadah puasa secara khusus pada bulan Rajab. Akan tetapi kebanyakan hadits-hadits itu mempunyai derajat lemah. Sehingga bisa dikatakan, tidak ada ibadah khusus yang harus dilakukan dalam bulan Rajab. Artinya jika ingin memperbanyak ibadah dalam bulan Rajab, seperti puasa, baca quran, shalat malam, dzikir, semangat yang dibangun dalam ibadah adalah karena Rajab merupakan bagian dari bulan-bulan Muharam, bukan karena hadits-hadits yang lemah itu. Wallahu a’lam.

Sumber http://www.syariahonline.com

Kamis, 24 Juli 2008

CINTAI ALLAH, MULIAKAN AL QUR'AN

A. Cinta Suci Illahi

C

inta adalah perasaan fitrah yang dimiliki oleh setiap insan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Dengan cinta seseorang bisa menaklukan dunia.” Memang kekuatan cinta telah memberi spirit bagi siapapun untuk melakukan apapun. Dan atas nama cinta, seseorang rela mengorbankan harta, raga bahkan jiwanya.

Namun sayang cinta nan suci yang seharusnya dipersembahkan kepada Illahi sering ternodai oleh nafsu duniawi. Kondisi keimanan yang tipis menyebabkan orang lupa bahwa di balik hidupya ada dzat yang lebih berhak dicintai di atas segalanya. Dialah Allah SWT yang telah menciptakan kita dengan penuh cinta. Lantas sudahkan kita mampu membalas cinta-Nya, sementara untuk mengenal-Nya saja kita sering enggan melakukannya.

“Tak kenal maka tak sayang, tak sayang berarti tak cinta” begitulah kata pepatah. Barangkali pepatah ini sangat tepat menimpa umat yang kurang peduli dengan cinta illahi. Baiklah, coba kita merenung sejenak akan kehidupan kita dan dengarkan bagaimana bunyi detak jantung kita. Pernahkah kita berfikir bagaimana awal mula kehidupan ini dan bagaimana berakhirnya nanti? Pernahkah kita membayangkan bagaimana jika tiba-tiba detak jantung kita berhenti? Lalu lihatlah bulu mata, alis dan rambut kita. Pernahkan kita memperhatikan pertumbuhannya yang tidak pernah sama panjangnya? Demikianlah Keagungan Allah! Kalau bukan karena cinta-Nya mungkin yang terjadi tidak seperti yang kita terima saat ini.

Kebutuhan kita akan hadirnya Allah merupakan fitrah manusia. Dalam hati nurani kita yang paling dalam telah terisi kesaksian bahwa ternyata ada dzat Yang Maha Lebih segalanya dibanding kita. Ada kekuatan Yang Luar biasa kuat menguasai hidup kita. Walaupun Allah tidak bisa kita jangkau dengan indera tapi nurani kita mengakui adanya.

Kalaupun kita perhatikan orang-orang barat yang tidak begitu peduli dengan masalah keimanan kepada Tuhan tapi pada saat-saat terjepit mereka selalu menyebut: “Oh my God!” atau “Please God, help me!” dari contoh sederhana ini menunjukkan bahwa jika nurani kita mau berkata jujur maka mengakui keberadaan Allah adalah hakiki adanya.

Ada hal-hal menarik yang bisa kita dapatkan bila kita mau mengenal Allah lebih dekat. Selain bisa menumbuhkan cinta kepada-Nya juga membuahkan manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatnya Keimanan dan Ketakwaan

(Ziyaadatu Al-Iimani wa Taqwa)

Sebuah hadits menceritakan ketika Umar bin Khattab ditanya oleh Rasulullah tentang takwa dan beliau menjawab : “Takwa adalah seperti ketika di hadapan kita dihamparkan pecahan kaca, lalu kita harus berjalan di atasnya. Maka kita akan berjalan berhati-hati agar tidak terkena pecahannya” Makna hadits tersebut adalah bila kita yakin bahwa Allah itu ada dan senantiasa mengawasi kita, maka kita akan selalu berhati-hati menjalani hidup ini. Kita akan berusaha untuk berbuat yang terbaik. Dan kalau sudah demikian maka dengan sendirinya kita akan menjadi hamba yang bertakwa.

2. Kebebasan dan Ketenangan

(Al Hurriyah wa Tu’maninah)

Apabila kita telah mengenal Allah dengan baik maka kita akan mendapatkan kebebasan yaitu bebas dari rasa takut, bebas dari ketergantungan pada yang lain dan bebas dari keterikatan kepada yang lain selain Allah.

Dalam Al Qur’an, Surat Al-An ‘Aam ayat 82 dinyatakan “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur imannya dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”

Kalau kita begitu terikat dengan selain Allah, sampai kemudian keterikatan itu membuat kita begitu tergantung padanya maka boleh jadi kita telah berbuat dzalim. Artinya kita telah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Contoh, jika kita punya harta, lantas kita merasa bahagia atau tidak karenanya. Padahal semestinya kita menempatkan kebahagiaan itu hanya pada pencapaian keridlaan-Nya.

Selain itu kalau kita ingin bahagia dan tentram bukan tergantung pada harta benda, seseorang, pangkat dan jabatan melainkan hanya dengan mengingat Allah saja terpenuhilah kebahagiaan itu. Sebagaimana dalam Al Qur’an, Surat Ar-Rad ayat 28 “(Yaitu ) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”

3. Barokah dan Kehidupan yang Baik (Al-Barokat wa Hayaatat Thayyibah)

Dengan mengenal Allah secara baik, maka kita menjadi mengerti apa yang dikehendaki Allah. Ibarat seorang Insinyur yang membuat robot maka dia mengerti bagaimana harus memperlakukan robotnya. Oleh karena itu dia membuat buku petunjuk tentang robot tersebut sehingga bisa difungsikan sebagaimana mestinya.

Apabila kita tahu apa yang dikehendaki-Nya maka kita akan melakukan sesuai dengan perintah dan larangan-Nya. Di sinilah keberkaan dan kehidupan yang baik akan kita rasakan. Allah SWT berfirman “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan” (Q.S. An Nahl : 97).

4. Surga dan Keridlaan Allah (Jannah wa mardhotillah)

Kalau kita menjalani hidup sesuai dengan aturan Allah, maka Insya Allah setelah mati nanti, kita akan mendapatkan ridla-Nya dan juga surga nan indah. Hal ini telah digambarkan dalam Al Qur’an, Surat Yunus ayat 25 yang artinya “Dan Allah menyeru (mereka) kepada negeri yang damai (surga) dan Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Bagi orang-orang berbuat kebaikan (disediakan) kebaikan dan tambahan serta wajah-wajah mereka tidak tertutup oleh kegelapan dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah ahli surga yang mereka kekal di dalam-Nya”

Demikianlah buah cinta yang akan kita petik apabila kita mau mencintai Allah dengan sepenuh jiwa dan raga. Dan Allah Yang Maha Adil tidak akan pernah menyia-nyiakan kecintaan kita kepada-Nya dengan balasan yang tidak dapat kita bayangkan. Subhanallah, kemana lagi cinta suci itu hendak dicari kecuali kepada Allah dan kemana lagi cinta itu kan dilabuhkan kecuali kepada Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang dirahmati Allah. Amin!

B. Sambut Al Qur’an di Bulan Ramadhan

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela (antara yang haq dan yang bathil).” (QS Al-Baqoroh : 185)

Al Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diturunkan di muka bumi ini. Mukjizat yang istimewa ini diturunkan di bulan yang istimewa pula yaitu 17 Ramadhan. Dan kalau kita mau mentadabburi lebih dalam lagi, kita akan menemukan kaitan yang harmonis antara turunnya Al Qur’an di bulan Ramadhan dengan Ramadhan itu sendiri. Al Qur’an adalah pedoman hidup yang sempurna bagi manusia. Di Al Qur’an itulah tercatat landasan bagi manusia untuk menjadi manusia takwa (muttaqin). Sedangkan Ramadhan adalah masa pelatihan untuk mengamalkan isinya dengan optimal.

Ramadhan adalah moment yang tepat untuk lebih bermesraan dengan Al Qur’an. Sebagaimana Ibnu ‘Abbas r.a. berkata : “Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah, terlebih-lebih dalam Bulan Ramadhan, bulan di mana beliau selalu ditemui Jibril. Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk bertadarrus Al Qur’an. Sungguh, bila Rasulullah bertemu dengan Jibril, beliau lebih pemurah lagi melebihi angina yang kencang.” (H.R. Bukhari - Muslim)

Oleh karena itu menyambut Al Qur’an di bulan Ramadhan ini harus diniatkan untuk mensucikan kandungan isinya serta mengamalkannya dalam tindakan nyata. Hanya dengan itu kehadiran Al Qur’an bisa membawa berkah bagi kehidupan umat manusia. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang beruntung, menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk jalan dan pemecah masalah kehidupan.

Wallahu’alam bil Showab

Waspada Virus Cinta

Tahukah kamu? Bila usia telah menginjak remaja begitu banyak godaan melanda. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah datangnya virus “merah jambu” alias cinta. Memang perasaan cinta tidak bisa ditolak bila dia telah menyapa kita karena ini merupakan fitrah yang muncul sebagai wujud naluri melestarikan keturunan.

Akan tetapi kita tidak bisa begitu saja membiarkan perasaan cinta ini berlarut-larut hanyut dalam jiwa kita. Mengapa? Yap, karena bila kita masih belum siap married bisa bikin bahaya. Masih ingat bagaimana mendiang Richi Ricardo – Mungkin kamu-kamu ada yang belon lahir kali – yang cerita lewat lagunya kalo suka seseorang tuh bawaannya inget si dia melulu. Katanya di jantungnya, di hatinya, di dompetnya, di bukunya, di kalungnya, di gelangnya, wis pokoke every where dah ada bayangannya. Nah, ini bisa bahaya kalo pas di jalan lantas ada mobil nyelonong kenceng nabrak kita gimana? Padahal waktu itu kita lagi asyik-asyiknya ngelamunin si dia! Suer, ini pernah dialami temenmu yang lagi on the way, eh tiba-tiba ada becak nimbrung di depan do’i, spontan deh mo kecelakaan! Duh, bikin jantung mo copot aza si tukang becak! Tuh kan, ujung-ujungnya si abang becak deh jadi korban omelan, padahal belum tentu salahnya!

Mau tahu lagi bahaya kalo kagak bisa nahan nafsu merah jambu? Nah, ini nich yang tidak kalah syeremnya karena kamu bisa koit kalo akhirnya harus nyentuh barang haram kayak pil koplo, sabu-sabu, leksotan, ekstasi de el el… Lho kok? Lha iya, wong namanya cinta tuh kan tidak dapat dipaksa dan emang mencinta tuh kagak dosa tapi,… kalo gayung bersambut sih tak jadi soal langsung aje ke penghulu but kalo bertepuk sebelah tangan gimana hayo? Sakit kan? So, kalo udah sakit ati larinya pasti ke hal-hal yang nyerempet bahaya kayak negak miras or narkoba. Jarang tuh orang yang frustasi lantas larinya ke kyai minta di ajari ngaji, he he he… bisa-bisa dukun deh bertidak kalo cinta ditolak! Hiii… Syirik ya, so jangan sekali-kali datengin dukun minta dipeletin or diramalin bisa dosa lho! Bener-bener dosa!

Satu lagi bahaya kalo tidak bisa memaknai cinta yang sebenernya yaitu salah jalan sampai ke jurang kehancuran! Apaan sich? Masih inget pernikahan dini? Yes, pernikahan dini yang pernah ngetrend itu telah jadi fenomena kehidupan remaja yang tidak bisa menahan nafsu syahwatnya. Coba bayangin, bagaimana susahnya masa-masa remaja nan indah harus hancur gara-gara hamil di luar nikah. Wah, kalau hukum Islam masih tegak bisa kena cambuk dan diasingkan! Sayang, sekarang tak ada hukuman yang berat bagi pelakunya sehingga banyak kejadian-kejadian serupa menimpa remaja. So, jangan pernah mau kalo cowokmu minta sesuatu yang berharga darimu karena itu menandakan bahwa dia tipe orang yang tidak mau tanggung jawab dan tak bisa hargai dirimu! Nah, sebelum terlanjur dimintain yang macem-macem mendingan di-cut aja deh hubungan 'U ama dia! Eh, bukannya sok sadis lho but ini demi kamu-kamu juga kok, dari pada dipermainkan oleh sesuatu yang semu! Ok?…

Sobat remaja, ingat ya kalo masa depanmu masih panjang walau sewaktu-waktu maut bisa menjemput. Yang kudu kita lakukan sekarang adalah membangun citra positif dalam diri kita dengan hal-hal yang berguna bagi sesama, terlebih lagi bagi agama. Jangan lupa Allah telah berjanji akan memudahkan hidup kita bila kita juga mau menolong agama-Nya! Ok?…

Selasa, 22 Juli 2008

Menjadi Wanita Sholihah


Gerakan feminisme telah menimbulkan pembangkangan wanita bukan hanya kepada suaminya tapi kepada hukum-hukum Allah SWT. Atas nama kebebasan (liberal) para wanita didorong untuk membebaskan dirinya dari syariah Islam. Alih-alih gerakan jender membuat wanita lebih baik, yang terjadi malah ekploitasi wanita semakin menjadi-jadi. Dalam Islam wanita sholihah jelas yang tunduk kepada aturan Allah SWT, dengan senantiasa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. ‘Abdullah ibn ‘Amr r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :

«الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرً مَتَاعِهاَ اْلمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Dunia itu perhiasan; sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. (HR Muslim).

Anas r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«مَنْ رَزَقَهُ اللهُ اِمْرَأَةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَقِ اللهَ فِيْ الشَّطِرِ الثَّانِي»

Siapa saja yang telah dikaruniai Allah wanita shalihah berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam bagian yang kedua. (HR al-Hakim).

Karakter wanita shalihah kurang lebih sebagai berikut:

Pertama, menaati Allah dan suaminya. Allah Swt. berfirman:

]الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللهُ
[

Laki-laki adalah pemimpin wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagain harta mereka. Oleh karena itu, wanita yang shalihah adalah yang menaati Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka” (QS an-Nisa’ [4]: 3).

Sementara itu, istri Sa‘id bin al-Musayyab pernah berkata, “Tidaklah kami berbicara kepada suami kami kecuali seperti kalian berbicara kepada para pemimpin kalian, ‘Aemoga Allah memeliharamu (suamiku) dan semoga Allah memaafkahmu.” (HR Abu Nu‘aim).

Abu Hurairah juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لَوْ كُنْتُ آمِرًا اَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْاَةَ اَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»

Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti akan memerintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya. (HR at-Turmudzi).

Hadis ini disahihkan oleh al-Hakim dan

Ibn Hibban. Dalam riwayat Ibn Hibban ditambahkan kalimat:

«وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِي حَقَّ زّوْجِهَا»

Demi Zat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, seorang wanita dipandang belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia menunaikan hak suaminya. (HR Ibn Hibban).

Abu Umamah juga menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا اَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَ إِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَ مَالِهِ»

Tidak ada sesuatu yang lebih memberikan manfaat kebaikan bagi seorang Mukmin setelah ketakwaannya kepada Allah daripada seorang istri shalihah; jika ia memerintahnya, ia menaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkannya; jika ia menggilirnya, ia memuaskannya; dan jika ia meninggalkankannnya, ia akan memelihara dirinya dan harta suaminya. (HR Ibn Majah).

Sementara itu, Asma’ bin Kharijah al-Fazari pernah mengantarkan anak perempuannya kepada suaminya. Ia berkata:

Putriku, jadilah engkau di hadapan suamimu layaknya seorang budak sehingga ia menjadi ‘budak’-mu. Janganlah engkau terlalu merendahkan dirimu sehingga ia menguasaimu. Akan tetapi, jangan pula engkau terlalu menjauhinya sehingga engkau membebaninya. (HR al-Bayhaqi).

Ketika seorang Muslimah meninggal dunia, sementara suaminya meridhainya, ia pasti akan dimasukkan ke dalam surga. Dalam hal ini, Ummu Salamah menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَيُّمَا إِمْرَأَةٍ مَاتَتْ وَ زَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ»

Wanita mana saja yang meninggal, sementara suaminya meridhainya, ia pasti masuk surga. (HR at-Tirmidzi).

Kedua, berhias untuk suaminya. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda (yang artinya), “Jika suaminya memandangnya, ia menyenangkannya.” (HR Ibn Majah).

Rasulullah saw. juga pernah bersabda, sebagaimana dituturkan Sa‘ad, demikian:

«فَمِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ تَرَاهَا تُعْجِبُكَ وَتُغِيْبُهَا فَتَأْمَنُهَا عَلَى نَفْسِهَا وَ مَالِكَ»

Di antara kehagiaan itu ialah istri yang jika engkau pandang, ia membuatmu takjub, dan jika engkau meninggalkannya, ia akan memelihara dirinya dan hartamu. (HR al-Hakim).

Abu Hurairah r.a. juga pernah menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya, “Wanita manakah yang paling baik?” Beliau menjawab:

«الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ»

Yaitu wanita yang menyenangkan suaminya jika suaminya memandangnya, yang menaati suaminya memerintahnya, dan yang tidak bermaksiat kepada suaminya menyangkut dirinya dan harta suaminya. (HR al-Hakim).

Ketiga, memelihara rumah, diri, dan harta suaminya. Hukum asal seorang wanita adalah sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt (sebagai ibu dan pengatur rumah tangga). Hal ini didasarkan pada hadis dari Ibn ‘Umar. Disebutkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا»

Setiap diri kalian adalah pemimpin; masing-masing kalian akan dimintai bertanggung jawab atas yang diimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin (pengurus) rumah suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah r.a. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِْبِلَ نِسَاءِ قُرَيْشٍ أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ»

Sebaik-baik wanita yang menunggang unta adalah wanita Quraisy; ia sangat menyayangi anaknya ketika kecil dan sangat memperhatikan suaminya ketika ada di sisinya. (HR Muslim).

Keempat, membantu suaminya dalam urusan akhirat. Rasulullah saw. bersabda:

«لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِينُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ»

Hendaknya salah seorang di antara kalian mempunyai kalbu yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir, dan istri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat. (HR Ibn Majah).

‘Abdurrahman ibn Abza juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata (yang artinya, “Seorang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah seperti mahkota yang bertahtakan emas di atas kepala seorang raja. Sebaliknya, seorang wanita yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat di pundak seorang laki-laki tua.” (HR Ibn Abu Syaibah).

Kelima, memiliki bekal agama yang baik. Ibn Majah meriwayatkan dari ‘Abdullah ibn ‘Amr ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

«لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لأَِمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ»

Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya karena kecantikannya itu akan menjadikannya berlebihan; jangan pula kalian menikahi wanita karena hartanya karena hartanya itu akan membuatnya membangkang. Nikahilah wanita atas dasar agamanya. Sesungguhnya seorang hamba sahaya perempuan yang hitam legam yang memiliki kebaikan agama adalah lebih utama. (HR Ibn Majah).

Abu Adzinah ash-Shudfi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«خَيْرُ نِسَائِكُمْ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلمُوَاتِيَةُ اْلمُوَاسِيَةُ إِذَا اتَّقَيَنَّ اللهَ»

Sebaik-baik istri kalian adalah yang penyayang, banyak anak (subur), suka menghibur, dan membantu jika ia bertakwa kepada Allah. (HR al-Baihaqi).

Keenam, mempergauli suaminya dengan baik untuk memelihara keridhaannya. Dalam hal ini, Asma’ binti Yazid al-Asyhaliyah menuturkan bahwa ia pernah datang kepada Nabi saw. yang sedang berkumpul bersama para sahabat. Ia kemudian berkata kepada beliau:

“Demi bapakku, Engkau, dan ibuku; wahai Rasulullah, aku adalah utusan para wanita kepadamu. Sesungguhnya belum ada seorang wanita pun, baik di timur maupun di barat, yang terdengar darinya ungkapan seperti yang akan aku ungkapkan atau belum terdengar seorang pun yang mengemukakan seperti pendapatku. Sesungguhnya Allah Swt. mengutusmu kepada laki-laki dan wanita seluruhnya hingga kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Akan tetapi, sesungguhnya kami, para wanita, terbatasi dan terkurung oleh dinding-dinding rumah kalian (para lelaki), memenuhi syahwat kalian, dan mengandung anak-anak kalian. Sesungguhnya kalian, wahai para lelaki, mempunyai kelebihan daripada kami dengan berkumpul dan berjamaah, melakukan kunjungan kepada orang sakit, menyaksikan jenazah, menunaikan ibadah haji demi ibadah haji, dan—yang lebih mulia lagi dibandingkan dengan semua itu—jihad di jalan Allah. Sesunguhnya jika salah seorang dari kalian keluar untuk menunaikan ibadah haji, menghadiri pertemuan, atau berjaga di perbatasan, kamilah yang menjaga harta kalian; yang mencucikan pakaian kalian; dan yang mengasuh anak-anak kalian. Lalu apakah adakah kemungkinan bagi kami untuk bisa menyamai kalian dalam kebaikan, wahai Rasulullah?”

Rasulullah saw. menoleh kepada para sahabat seraya berkata, “Apakah kalian mendengar perkataan wanita ini. Sungguh, adakah yang lebih baik dari apa yang diungkapkannya berkaitan dengan urusan agamanya ini?”

Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menyangka bahwa wanita ini tertunjuki kepada perkataan tersebut.”

Rasulullah saw. lalu menoleh kepada wanita tersebut seraya bersabda, “Pergilah kepada wanita mana saja dan beritahulah mereka yang ada di belakangmu, bahwa kebaikan salah seorang di antara kalian (para wanita) dalam memperlakukan suaminya, mencari keridhaan suaminya, dan mengikuti keinginannya adalah mengalahkan semua itu.” (HR al-Baihaqi).

Mendengar sabda rasul itu, wanita itu pun pergi seraya bersuka cita. Ia kemudian menyampaikan kabar gembira itu kepada kaumnya.

Di antara kebaikan pergaulan wanita terhadap suaminya adalah ia tidak berpuasa sunnah jika suaminya berada di rumah, kecuali seizin suaminya; juga tidak mengizinkan mahram-nya berada di rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. Abu Hurairah r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ»

Tidak halal bagi seorang wanita berpuasa (sunah), sedangkan suaminya berada di rumahnya, kesuali seizin suaminya; jangan pula ia mengundang seseorang ke rumah suaminya, kecuali seizin suaminya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Termasuk kebaikan pergaulan istri kepada suaminya adalah bahwa ia tidak mendirikan shalat sunnah pada malam hari, kecuali seizin suaminya. Ibn ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ أَوْشَكَ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»

Janganlah seorang wanita mengizinkan seseorang berada di rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya dan janganlah ia bangkit dari tempat tidurnya lalu mendirikan shalat sunnah kecuali dengan izin suaminya. (HR ath-Thabrani).

Di antara kebaikan pergaulan istri terhadap suaminya adalah keridhaannya jika suaminya memarahinya. ‘Abdullah bin ‘Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«أَلاَّ أُخْبِرُكُمْ بِِِِنِسِائِكُمْ مِنْ أَهْلِ اْلجَنَّةِ اْلوَدُوْدُ اْلوَلُوْدُ اْلعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِيْ إِذَا آذَت أَوِ أُوْذِيَتْ جَاءَتْ حَتَّى تَأْخُذَ بِيَدِ زَوْجِهَا ثُمَّ تَقُوْلُ وَاللهِ لاَ أَذُوْقُ غَمِضاً حَتَّى تَرْضَى»

Ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak (subur), dan banyak memberikan manfaat kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata, “Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaikuku). (HR al-Baihqai).

Semua sifat di atas adalah sifat-sifat yang seharusnya menjadi sifat para wanita.

Sebaliknya, ada sifat-sifat yang justru harus dijauhi oleh para wanita, di antaranya:

Pertama, jangan menyusahkan atau menyakiti suaminya. Mu‘adz bin Jabal menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

«لاَ تُؤَذِّي اِمْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِيْ الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ اْلحُوْرِ اْلعِيْنِ لاَ تُؤَذِّيْهِ قاَتَلَكِ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا»

Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istri-istri suaminya dari para bidadari surga berkata, “Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu. Sesungguhnya bagimu akan segera datang tamu kematian yang akan memisahkanmu dengan suamimu dan mengembalikannya kepada kami.” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, hendaknya tidak mengadukan suaminya atau tidak banyak menuntut suaminya. Sa‘id ibn al-Musayab menuturkan bahwa seorang anak perempuan pernah datang kepada Nabi saw. dan mengadukan suaminya. Nabi saw. kemudian bersabda (yang artinya), “Kembalilah engkau. Sungguh, aku tidak menyukai wanita menyeret ekornya mengadukan suaminya.” (HR Sa‘id bin al-Musayyab).

Ketiga, hendaknya tidak banyak keluar rumah. Berdiam di rumah bagi seorang wanita lebih baik daripada ia keluar dari rumah. Kesibukannya di dapur (menyiapkan makanan untuk suami keluarganya), aktivitasnya mengasuh anak, atau kegiatannya mencuci adalah lebih mulia daripada kepergiannya ke luar rumah dan berada di jalan-jalan, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat umum yang berdesak-desakan dan bercampur dengan para lelaki.

Sifat-sifat itulah sifat yang harus dijauhi oleh para wanita. Sementara itu, sifat-sifat yang dikemukan sebelumnya adalah perhiasan bagi mereka. Oleh karena itu, hendaklah para wanita menghiasi diri mereka dengan sifat-sifat tersebut. Dengan begitu, para wanita akan kembali ke jalan wanita-wanita Mukmin terdahulu; yakni para wanita yang benar, yang menjadi para shahabiyah Rasululah saw. Mereka akan berada di sisi kaum Mukmin yang benar yang semuanya dikomentari oleh Allah dalam firman-Nya:

]لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَكَانَ ذَلِكَ عِنْدَ اللَّهِ فَوْزًا عَظِيمًا[

Allah pasti akan memasukkan Mukmin laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah pun menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Yang demikian itu sesunguhnya di sisi Allah merupakan keberuntungaan yang besar. (QS al-Fath [48]: 5). [sumber alwaie arab]